Senin, 13 April 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 5

Pelajaran Kelima
قال المؤلف – رحمه الله: بَابُ الإِعرَابِ
“الإعْرَابُ هُوَ: تَغْييرُ أَوَاخِرِ الْكلِمِ لاِخْتِلاَفِ الْعَوَامِلِ الْداخِلَة عَلَيهَا لَفْظاً أَوْ تَقْدِيراً”Berkata Penulis_rahimahullah Ta’ala:“BAB AL I’RAB”

“Al i’rab adalah perubahan (keadaan) akhir-akhir kalimat karena adanya perbedaan ‘Awaamil yang masuk padanya, baik (perubahannya) terlafazhkan maupun secara taqdir.”
?Penjelasan:

Setelah kita mengenal alamat-alamat Isim, Fi’il dan Huruf, maka penulis_rahimahullah masuk kedalam pembahasan Al I’rab. Al I’rab dan Al Bina merupakan asas ilmu nahwu, karena pada keduanya berputar hukum harakat akhir suatu kalimat.

Perkataan penulisrahimahullah:

“Perubahan (keadaan) pada akhir-akhir suatu kalimat”

        Maksudnya adalah perubahan keadaan harakat akhir suatu kalimat, bukan perubahan harakat diawal atau ditengah kalimat, karena hal tersebut dibahas dalam ilmu sharaf seperti (يَسْتَخْدِمُ – يُسْتَخْدَمُ) atau (يَنْصُرُ – يُنْصَرُ). Perubahan harakat pada dua kalimat tersebut tidak dinamakan I’rab. Adapun dalam ilmu nahwu yang dibahas adalah perubahan keadaan harakat akhir pada suatu kalimat.
        Yang dimaksud dengan perubahan (keadaan) harakat akhir suatu kalimat, adalah misalnya dari Raf’u menjadi Nashab atau menjadi Khafadh atau menjadi Jazem.

Apa arti Rafa’, Nashab, Khafadh dan Jazem?

Arti Rafa’, Nashab, Khafadh dan Jazem akan dijelaskan pada babnya tersendiri.

Perkataan penulis rahimahullah:

“Karena adanya perbedaan ‘awaamil yang masuk padanya”. ‘Awaamil jamak dari ‘Aamil, artinya adalah sesuatu yang apabila masuk pada suatu kalimat, baik itu Isim maupun Fi’il, maka mengharuskan keadaan harakat akhir kalimat tersebut menjadi Rafa’ atau Nashab, atau Khafadh atau Jazem, tergantung jenis ‘aamilnya.

Contohnya:

{وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌ}

“Berkata seorang laki-laki yang beriman…” [QS. Ghafir: 28]

{أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا}

“Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki…”[QS. Ghafir: 28]

{أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ}

“Bahwa Kami telah mewahyukan kepada seorang laki-laki… [QS. Yunus: 2]

Perhatikanlah tiga ayat diatas!

Kita lihat harakat akhir pada kalimat (رَجُل) berubah-rubah.

    Pada ayat pertama, harakatnya dirafa’ (رَجُلٌ) karena ‘Aamil yang masuk padanya adalah Fi’il (قَالَ). Apabila Fi’il (kata kerja) masuk pada suatu kalimat maka dia akan merafa’kan Fa’ilnya (subyek/pelaku dari Fi’il tersebut).
    Pada ayat kedua, harakatnya dinashab (رَجُلًا), karena ‘Aamil yang masuk padanya adalah Fi’il (تَقْتُلُونَ). Apabila ada Fi’il yang membutuhkan Maf’ul bihi (obyek) masuk pada suatu kalimat yang mana kalimat tersebut menjadi obyek Fi’il tersebut, maka Fi’il tersebut akan menashabkan obyeknya.
    Pada ayat ketiga, harakatnya dikhafadh (رَجُلٍ), karena ‘Aamil yang masuk padanya adalah huruf (إِلَى). Apabila Huruf Kafadh masuk pada suatu kalimat maka mewajibkan kalimat tersebut harakatnya dikhafadh.

4CATATAN

Perubahan harakat akhir kalimat (رَجُل) dari Rafa’ menjadi Nashab atau menjadi Khafadh, inilah yang dinamakan I’rab. Harakat Dhamah, Fathah dan Kasrah, inilah yang dinamakan alamat I’rab, sebagaimana akan datang pembahasannya tersendiri.

Adapun kalimat yang bisa berubah harakat akhirnya seperti kalimat (رَجُل), inilah yang dinamakan Mu’rab.

Perkataan penulis rahimahullah: “baik (perubahannya) terlafazhkan maupun secara taqdir”. Maknanya adalah terkadang perubahan harakat akhir kalimat tersebut tampak secara zhahir dan terkadang tidak tampak secara zhahir, yang diistilahkan dalam pelajaran nahwu dengan nama Muqoddar.

Maksud tampak secara zhahir adalah harakat perubahannya bisa diucapkan dengan jelas, baik harakat Dhammahnya atau Fathahnya atau Kasrahnya, seperti pada kalimat (رَجُلٌ) diatas.

Adapun Muqaddar adalah lawan dari zhahir, yaitu harakat perubahannya tidak bisa diucapkan secara zhahir, baik harakat Dhammahnya atau Fathahnya atau Kasrahnya, disebabkan karena ada hal-hal yang menghalanginya untuk nampak, seperti pada kalimat (الْفَتَى);

جَاءَ الْفَتَى

“Pemuda itu telah datang”

رَأْيْتُ الْفَتَى

“Aku telah melihat pemuda itu”

سَلَّمْتُ عَلَى الْفَتَى

“Aku memberi salam kepada pemuda itu”

Perhatikanlah tiga jumlah diatas!

Kita lihat harakat akhir pada kalimat (الْفَتَى) terlihat tidak berubah-rubah, padahal ‘Aamil yang masuk pada jumlah diatas berbeda-beda.

    Pada jumlah pertama, harakatnya dirafa’ (الْفَتَى) tetapi dengan dhammah yang Muqaddarah (tidak tampak), dia dirafa’ karena sebagai Fa’il. Fa’il selalu Marfu’. Adapun ‘Aamil yang masuk padanya adalah fi’il (جَاءَ).
    Pada jumlah kedua, harakatnya dinashab (الْفَتَى), tetapi dengan Fathah Muqaddarah, dia dinashab karena sebagai Maf’ul bihi. Maf’ul bihi selalu Manshub. Adapun ‘Aamil yang masuk padanya adalah (رَأْيْتُ).
    Pada jumlah ketiga, harakatnya dikhafadh (الْفَتَى) dengan Kasrah Muqaddarah, dia dikhafadh karena ‘Aamil yang masuk padanya adalah Huruf Khafadh yaitu (عَلَى).

Inilah yang dmaksud dari perkataan penulis bahwa I’rab terkadang dia Muqaddar.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kapan Isim atau Fi’il itu dirafa’, atau dinashab, atau dikhafadh, atau dijazem?

Semua itu akan kita dapatkan penjelasannya pada bab-bab selanjutnya. Jadi jangan pusing dahulu, menyerah dan putus asa karena belum bisa memahami pelajaran kita ini hari ini.

    Berkata Syaikh Al ‘Utsaiminrahimahullah: “Ilmu nahwu itu pada awalnya memang sulit, namun pada akhirnya akan menjadi mudah.” [Syarh Al Ajurumiyah hal 5].

Yang terpenting dari kita sementara ini adalah memahami apa yang ada dihadapan kita. Semua akan berkembang dan menjadi jelas setelah kita lewati satu demi satu dari bab-bab yang ada dalam kitab ini. Oleh karena itu, kami ingatkan kembali bahwa janganlah pelajaran yang kita pelajari ini lewat begitu saja tanpa dipahami dengan baik. Dan juga istilah-istilah yang ada, jangan sampai lupa maknanya, karena itu semua akan terulang dan sering kita dapati pada pelajaran-pelajaran selanjutnya.

PERHATIAN!

Janganlah lupa istilah yang sering kita pakai dalam pelajaran kita:

    Fi’il: kata kerja
    Isim: kata benda, baik itu benda hidup maupun benda mati.
    Kalimat: dalam tata bahasa Indonesia adalah “kata”.
    Jumlah: dalam tata bahasa Indonesia adalah “kalimat”.
    Fa’il: Subyek.
    Maf’ul bihi: Obyek.
    Zahir: tampak
    Muqaddar: tidak tampak.

Istilah-istilah diatas akan sering berulang dalam pelajaran kita. Jadi jangan lupa makna-maknanya, Barokallohu fikum!

Demikianlah pelajaran kita hari ini. Semoga bisa dipahami dengan baik dan menambah pengetahuan kalian semua tentang ilmu nahwu.Insya Allah kita akan lanjutkan pelajaran kita berikutnya pada pertemuan yang akan datang. Wallahu a’lam bish shawab.

[✏ ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy, 27 Rabi’ul Awwal 1435/ 29 Januari 2014_di Daarul Hadits_Al Fiyusy_Harasahallah]